Ketahui hal ini saat Anda mendaftarkan diri untuk mengikuti BPJS.
Premi BPJS dibayar secara bulanan. Peserta JKN yang mendaftar mandiri, ada tiga pilihan, yaitu Rp25.500 untuk layanan kelas III, Rp42.400 untuk kelas II, dan Rp 59.500 untuk kelas I. Besarnya iuran berlaku sama rata, terlepas dari usia, jenis kelamin, dan kondisi kesehatan peserta sebelum mengikuti asuransi.
Bagi pegawai nonpemerintah, berlaku pembayaran iuran yang diambil dari gaji karyawan sebesar 4,5% dari gaji. Rincian adalah, 4% ditanggung oleh perusahaan dan 0,5% oleh individu yang bersangkutan. Sesuai dengan Perpres 111 tahun 2013, batasan maksimal gaji yang dijadikan dasar adalah dua kali penghasilan tak kena pajak (PTKP) atau Rp 4.725.000. Bila dihitung, besar iuran yang akan ditanggung individu sebesar Rp23.625 per bulan.
Syarat penggunaan JKN hanya dua, yaitu sesuai prosedur dan sesuai indikasi medis. Bila syarat-syarat ini terpenuhi, penyakit apa pun akan ditanggung pengobatannya. Manfaat ini berlaku baik untuk rawat inap maupun rawat jalan.
Penyakit apa saja yang ditanggung? Perawatan gigi dan mata, pemeriksaan kandungan dan biaya melahirkan, indikasi medis seperti penyakit kronis maupun kelainan bawaan ditanggung oleh JKN. Misalnya, penderita gangguan ginjal kini bisa melakukan cuci darah rutin tanpa biaya, begitu juga bagi penderita hemofilia dan talasemia yang harus menjalani terapi seumur hidup.
Hingga 30 Januari 2015, jumlah peserta BPJS adalah 135.739.984 jiwa.
Agar tidak mengalami kerugian karena pembayaran klaim peserta, saat ini ada dua model pembayaran klaim yang digunakan BPJS, yaitu kapitasi dan Indonesia Case-Based Groups (INA-CBG).
BPJS memakai sistem kapitasi untuk membayar klaim di fasilitas kesehatan (faskes) tingkat pertama. Misalnya, di suatu klinik ada 10.000 peserta BPJS, maka BPJS akan membayar per kapita (per orang) Rp8.000. Jadi, tiap bulan dokter klinik akan dibayar 10.000 x 8.000= Rp80 juta. Cara ini dihitung karena tidak semua peserta sakit secara bersamaan. “Jadi, kalau ada yang bilang dokter hanya dibayar Rp8.000 per kunjungan itu salah, yang benar adalah Rp8.000 per kapita,” tegas Irfan Humaidi, Kepala Departemen Humas BPJS Kesehatan Indonesia.
Sedangkan untuk model INA-CBG, BPJS sudah menetapkan standar paket harga tertentu untuk tiap diagnosis penyakit. Model ini mengacu pada model diagnostic related group (DRG) yang sudah digunakan oleh beberapa negara maju, seperti Australia dan Jerman. Contohnya, penyakit tifus. Setelah dihitung sedemikian rupa mencakup pemeriksaan, tindakan, laboratorium, rawat inap, rata-rata sekian rupiah. Sejumlah uang inilah yang akan di-reimburse ke pihak rumah sakit.
Contoh lain, biaya operasi caesar. Ada rumah sakit yang biayanya Rp5 juta, sementara rumah sakit lainnya Rp25 juta. Mengapa bisa berbeda? Pelayanan non-medis, seperti fasilitas kamar, misalnya kasur bermerek, TV, AC, membuat harga pelayanan medis membengkak. “Prinsip BPJS adalah efisiensi, sesuai kebutuhan. Misalnya tes laboratorium. Jika ingin mendiagnosis penyakit tertentu, tidak perlu semua tes dilakukan, hanya yang dibutuhkan saja,” jelas Irfan.
Tulisan diatas dikutip dari www.femina.co.id.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar